Friday, November 11, 2016

Penyakit Jantung Koroner

1.        Pengertian Penyakit Jantung Koroner  
Jantung merupakan salah satu organ terpenting dalam tubuh. Organ berukuran sebesar kepalan tangan ini berfungsi memompa dan menyebarkan darah yang mengandung oksigen ke seluruh tubuh. Penyakit jantung yang paling umum terjadi adalah penyakit jantung koroner. Penyakit ini terjadi ketika pasokan darah yang kaya oksigen menuju otot jantung terhambat oleh plak pada arteri koroner. Pada dinding pembuluh arteri dapat terjadi kondisi ateroskelosis, yaitu penumpukan kolesterol dan substansi lainnya yang semakin bertambah sehingga mempersempit ruang arteri. Tumpukan ini disebut plak. Sejatinya plak sudah bersarang di dinding arteri sejak seseorang masih muda. Makin tinggi usia seseorang, makin menumpuk plak di lokasi yang sama. Plak sendiri mengeluarkan zat kimia yang membuat dinding bagian dalam dari pembuluh menjadi lengket. Pada saat bersamaan, darah memuat sel-sel inflamasi, lipoprotein, dan kalsium. Zat-zat ini kemudian akan menempel di dinding pembuluh darah sehingga membuat timbunan plak makin banyak. Makin besar plak, makin sempit arteri koroner sehingga suplai darah kaya oksigen ke jantung kian menipis. Plak juga dapat pecah dan kemudian menyumbat sebagian besar hingga seluruh aliran darah pada pembuluh arteri. Bila hambatan aliran darah ini terjadi pada arteri koroner, maka dapat terjadi serangan jantung.

Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung dan pembuluh darah yang disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Penyempitan pembuluh darah terjadi karena proses terosklerosis atau spasme atau kombinasi keduanya. Aterosklerosis yang terjadi karena timbunan kolesterol dan jaringan ikat pada dinding pembuluh darah secara perlahan-lahan, hal ini sering ditandai dengan keluhan nyeri pada dada (Davidson, 2003).
Bila aliran darah ke otot jantung lambat, maka jantung tidak mendapatkan oksigen dan zat nutrisi yang cukup. Hal ini biasanya mengakibatkan nyeri dada yang disebut angina atau nyeri dada. Pada waktu jantung harus bekerja lebih keras terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan oksigen, Bila satu atau lebih dari arteri koronaria mengalami sumbatan total, akibat yang terjadi adalah kerusakan pada otot jantung (Davidson, 2003).

Sebenarnya, pembuluh darah atau arteri yang mengalami penyempitan ini biasanya membuat pembuluh darah baru di sekitar arteri yang menyempit. Sayangnya, pembuluh darah yang baru kemungkinan belum bisa membawa darah kaya oksigen sebanyak pembuluh darah lama.
Penyakit jantung koroner juga dikenal dengan istilah penyakit jantung iskemik dan termasuk salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Sekitar 35 persen kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit jantung. Menurut Federasi Jantung Dunia, angka kematian akibat penyakit jantung koroner di Asia Tenggara mencapai 1,8 juta kasus pada tahun 2014.




2.        Penyebab Penyakit Jantung Koroner
Seseorang mengalami penyakit jantung koroner jika aliran darah ke jantungnya terhambat oleh lemak. Penimbunan lemak di dalam arteri jantung ini dikenal dengan istilah aterosklerosis dan merupakan penyebab utama penyakit jantung koroner.
Selain dapat mengurangi suplai darah ke jantung, aterosklerosis juga dapat menyebabkan terbentuknya trombosis atau penggumpalan darah. Jika ini terjadi, aliran darah ke jantung terblokir sepenuhnya dan serangan jantung pun terjadi. Faktor pemicu aterosklerosis meliputi kolesterol yang tinggi, merokok, diabetes, serta tekanan darah tinggi.
Penyakit yang mematikan ini muncul tentunya bukan tanpa sebab. Berikut adalah beberapa penyebab munculnya penyakit jantung koroner atau PJK ini.

a.         Pola Hidup
Seperti yang anda ketahui, penyakit jantung koroner ini merupakan penyebab kematian paling tinggi di Indonesia. Hal itu pada dasarnya terjadi karena pola makan yang tidak baik dari sebagian orang. Kebanyakan orang tidak memperdulikan apa yang ia makan, ia hanya menganggap apa yang enak dimakan maka baik juga untuk tubuh. Padahal tidak semua makanan yang enak bagus untuk tubuh.


b.        Gliko liko toksisit
Seperti salah satu contohnya, ketika seseorang terlalu banyak makan manis, atau yang disebut dengan Gliko Liko Toksisit. Hal ini merupakan pola hidup yang sangat tidak baik untuk tubuh. Memakan makanan yang mengandung gula terlalu banyak bisa menyebabkan gula darah anda naik dan bisa membuat anda terkena penyakit lain seperti diabetes dan gula darah. Selain itu, penyakit jantung koroner juga bisa muncul ketika anda tidak bisa mengatur pola makan manis anda.

c.         Kurang olahraga
Selain kebiasaan makan, kebiasaan tak pernah olah raga secukupnya juga membuat anda rentan terkena penyakit ini. Tubuh yang tak pernah digerakkan dan tak pernah dilatih tidak akan memiliki kekuatan imun yang cukup untuk melindungi tubuh anda. Meskipun begitu, terlalu banyak berolah raga juga tidak baik. Lakukan olah raga secukupnya sehingga anda bisa mendapatkan manfaatnya.

d.        Polusi Lingkungan
Sebaik apapun anda bisa menjaga tubuh anda, tapi jika anda tidak bisa menjaga lingkungan anda, maka lingkungan juga akan merugikan anda. Polusi lingkungan yang menyebabkan radikal bebas bisa menyebabkan penyakit jantung koroner. Maka dari itu, menjaga lingkungan untuk tetap bersih dan terbebas dari polusi udara dan polusi lingkungan yang lain adalah salah satu cara untuk terhindar dari penyakit jantung koroner tersebut.

e.         Minum alkohol
Alkohol memang tidak baik jika dikonsumsi. Alkohol selain memabukkan, alkohol juga bisa membuat anda terkan serangan jantung mendadak. Mengkonsumsi alkohol terlalu banyak membuat anda rentan terkena serangan jantung koroner.

f.          Faktor Keturunan
Selain beberapa penyebab di atas, faktor keturunan juga merupakan salah satu penyebaba munculnya penyakit jantung koroner ini. Anda harus memeriksa, apakah ayah atau ibu anda memiliki penyakit ini sehingga anda bisa tahu apakah anda berpotensi terkena penyakit jantung koroner ini atau tidak.



3.        Gejala Jantung Koroner

Meskipun penyakit ini bisa muncul mendadak, akan tetapi dalam beberapa kasus, penyakit ini menunjukkan beberapa indikasi pada bagian tubuh yang lain. Berikut adalah beberapa tanda bahwa mungkin anda terkena penyakit jantung koroner;

a.         Kematian mendadak
Mendengar salah satu gejala itu mungkin anda tersentak dan ketakutan. Tapi berdasarkan data, penyakit jantung koroner ini dalam 35% sampai 45% kasus penyakit jantung koroner yang terjadi seketika menyebabkan kematian.
Yang dimaksud dengan keadaan seized adalah satu keadaan dimana anda merasa seakan-akan ada yang menekan anda. Biasanya perasaan ini muncul setelah makan atau ketika anda melakukan sesuatu yang berat seperti mendaki gunung, dan kegiatan yang lain. Sensasi ini biasanya bersifat menekan di daerah dada dan bisa sangat berbahaya jika ini terus-terusan terjadi.

b.        Sakit di ulu hati.
Ketika anda mendadak sering merasakan sakit di ulu hati, anda patut berhati-hati. Bisa jadi itu adalah salah satu tanda bahwa ada penyempitan pada saluran pembuluh darah arteri jantung anda yang bisa menyebabkan anda bisa terkena serangan jantung mendadak.
c.         Leher seperti tercekik.
Kesulitan bernafas dan merasa bahwa leher anda seperti tercekik padahal anda tidak merasa melakukan apapun bisa menjadi salah satu gejala dari penyakit jantung koroner ini. Biasanya munculnya rasa seperti tercekik ini berbarengan dengan munculnya rasa sakit yang menjalar dari lengan kiri hingga ke bagian yang lain.

d.         Keringat berlebih
Ketika anda merasa anda tidak melakukan kegiatan apapun yang menurut anda bisa menghasilkan banyak keringat, akan tetapi anda tiba-tiba berkeringat, anda perlu waspada. Keadaan berkeringat berlebih tanpa alasan yang jelas bisa jadi merupakan salah satu gejala penyakit jantung koroner. Meskipun bisa jadi itu merupakan gejala penyakit lain. Sebaiknya anda segera memeriksakannya ke dokter kepercayaan anda.

e.         Masuk Angin
Yang saya maksud disini bukan masuk angin biasa, akan tetapi rasa seperti masuk angin yang tiba-tiba menyerang anda. Hal ini terjadi karena pembuntuan pembuluh darah koroner di arteri Left Arteri Descending atau LAD. Hal ini menimbulkan efek seperti masuk angin. Maka jika anda mengobati “masuk angin” ini dengan obat biasa belum kunjung sembuh atau secara berkala ia terus-terusan muncul, anda perlu memeriksakannya di dokter terdekat.
Ketika anda merasa bahwa diri anda seperti masuk angin, sakit di bagian ulu hati, keringat dingin, dan denyut nadi turun drastis, maka anda harus segera membawanya ke rumah sakit. Itu bukan masuk angina, Akan tetapi penyakit jantung koroner. Memang kebanyakan orang di Indonesia terutama, menyadari bahwa apa yang mereka rasakan itu hanyalah masuk angin biasa, padahal setelah diperiksa, hampir tiga puluh persen adalah penyakit jantung koroner.




4.        Faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan 
a.         Jenis Kelamin
Dari sisi jenis kelamin, pria lebih sering terkena serangan jantung dibanding perempuan. Tetapi setelah menopause, frekuensinya sama antara pria dan wanita. Tomaszewski (2008) dari University of Leicester, meneliti sebanyak 933 laki-laki dengan usia rata-rata 19 tahun yang berpartisipasi dalam studi Young Men Cardiovascular Association. Tomaszewski menyelediki
adanya interaksi antara kadar hormon hormon seksual estradiol, estron, testosteron, dan androstenedion, dengan 3 faktor risiko mayor penyakit jantung (kolesterol, tekanan
darah dan berat badan). Dalam studi ini diteliti hubungan antara estrogen dalam darah (estradiol dan estron) maupun androgen (testosteron dan androstenedion) dengan faktor risiko mayor kardiovaskular (kadar lipid, tekanan darah, dan indeks massa tubuh) pada 933 laki-laki muda sehat dengan median usia 19 tahun (Tomaszewski, 2008)
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa 2 jenis hormon seksual (yaitu estradiol dan estron, yang secara bersama disebut estrogen) berhubungan dengan meningkatnya kadar kolesterol-LDL dan menurunnya kadar koleterol-HDL pada laki-laki (Tomaszewski, 2008).
Studi ini memperlihatkan bahwa salah satu hormon seksual yaitu estradiol mempunyai korelasi positif dengan kolesterol total dan mempunyai korelasi negatif dengan kolesterol HDL. Kadar hormon seks lain yaitu estron, menunjukkan korelasi positif kuat dengan kolesterol total
maupun kolesterol HDL (Tomaszewski, 2008).

Hal ini menunjukkan bahwa hormon seksual mungkin merupakan faktor risiko yang penting untuk timbulnya penyakit jantung pada laki-laki, dan hal ini sudah terjadi sebelum adanya gejala penyakit arteri koroner atau stroke (Sumiati, 2010;Karson, 2012  ).
Tim peneliti ini menyatakan bahwa kadar hormon seksual dalam sirkulasi darah berhubungan dengan faktor risiko penyakit kardiovaskular pada laki-laki, jauh sebelum timbulnya manifestasi penyakit kardiovaskular seperti stroke dan infark miokard. Jadi, laki-laki yang mempunyai kadar
estron dan estradiol tertinggi, mempunyai risiko kardiovaskuler tertinggi juga, karena kadar kolesterol LDLnya tinggi sedangkan kadar kolesterol HDLnya yang bersifat protektif justru berkadar rendah (Tomaszewski, 2008).

b.        Umur
Budhi Setianto, seorang dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUI dalam penjelasannya di sebuah seminar 2012 mengatakan makin bertambah usia, makin mudah kena serangan jantung. Jumlah penderita PJK pria masih dapat dikatakan lebih besar dibandingkan perempuan (Arif, 2008 : Wahyuningsih, 2011).
Faktor hormonal yang menyebabkan hal tersebut. “Seperti yang sudah disebutkan, perempuan baru akan mengidap PJK di usia 55 tahun ke atas, sementara pria di usia 45 tahun ke atas. Ada jarak 10 tahun antara usia pria dan perempuan, yang artinya, perempuan memiliki 10 tahun waktu lebih lama terlindungi dari PJK dibandingkan pria (Tomaszewski, 2008 : Wahyuningsih, 2011).
Alasannya, karena perempuan mengalami menstruasi dengan siklus yang cenderung teratur setiap bulannya. Dengan menstruasi wanita mengeluarkan zat feritin (semacam protein) yang diduga merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner. Feritin ini, secara teratur dikeluarkan bersama menstruasi yang dialami perempuan. Sementara, feritin di dalam tubuh pria tak bisa mengalami proses pengeluaran, sehingga tetap mendekam di dalam tubuh. (Sumiati, 2010;Karson, 2012  ). Hormon estrogen mampu melindungi kaum hawa dari penyakit degeneratif, salah satunya PJK. Hormon estrogen inilah yang dapat memberikan efek proteksi terhadap mekanisme aliran darah dari dan ke dalam jantung. Hormon estrogen ini mampu meningkatkan high density lipoprotein (HDL) atau kolesterol baik, serta menurunkan low density lipoprotein (LDL) atau kolesterol jahat yang dapat menimbulkan proses pengapuran di pembuluh darah yang kemudian akan menyumbat aliran darah saat memasuki pembuluh-pembuluh darah menuju jantung (Sumiati, 2010;Karson, 2012  ).
Dengan meningkatnya HDL di dalam darah oleh hormon estrogen, sumbatan di pembuluh darah yang disebabkan oleh LDL ini dapat dihancurkan. Selain itu, estrogen pun dapat memperlebar pembuluh darah agar aliran darahnya menjadi lancar. Dengan demikian, perempuan yang sudah mengalami menopause, otomatis produksi hormon estrogen akan jauh berkurang. Saat inilah perempuan mulai dapat dikatakan rentan terkena PJK. (Sumiati, 2010;Karson, 2012  )

c.         Riwayat Keluarga Yang menderita PJK
Faktor keluarga dan genetika mempunyai peranan bermakna dalam patogenesis PJK. Pada penelitian Fazida, dkk 2009 menyimpulkan bahwa terdapat 35,7% penderita PJK mempunyai riwayat keluarga menderita penyakit jantung serta hipertensi dan resiko terkena PJK pada orang yang mempunyai riwayat keluarga 3,8 kali dibanding yang tidak mempunyai riwayat keluarga.




5.        Faktor resiko yang dapat dikendalikan
a)        Rokok
Menghisap rokok adalah risiko yang paling berperan bagi peningkatan risiko penyakit jantung koroner. Kandungan nikotin dan karbon monoksida dalam asap rokok membuat jantung bekerja lebih cepat dari biasanya. Kedua zat tersebut juga meningkatkan risiko terjadinya gumpalan darah di arteri. Celakanya, bahan-bahan kimia lain dalam rokok juga bisa merusak lapisan arteri koroner sehingga kian memperbesar risiko terkena penyakit jantung koroner. Perokok diprediksi memiliki risiko terkena penyakit jantung koroner 24% lebih besar daripada yang tidak merokok.
Pria mempunyai risiko 2-3 kali daripada wanita. Pada pria insidensi tertinggi kasus PJK pada usia 50 – 60 tahun, sedangkan pada wanita pada usia 60 – 70 tahun. Kandungan nikotin di dalam
rokok dapat merusak dinding (endotel) pembuluh darah sehingga dapat terbentuk timbunan lemak yang akhirnya terjadi penyumbatan pembuluh darah. Pada laki-laki usia pertengahan (45-65 tahun)  dengan kadar profil lipid yang tinggi (kolesterol total : >240 mg/dl, trigliserida: >200 mg/dl, kolesterol HDL: <40 mg/dl, kolesterol LDL : >160 mg/dl) risiko terjadinya PJK akan meningkat. (Bahri, 2004 ; Supriyono, 2008). 
Merokok merupakan salah satu faktor risiko utama PJK di samping hipetensi dan hiperkolesterolemia. Orang yang merokok lebih 20 batang perhari dapat mempengaruhi atau memperkuat efek dua faktor utama resiko lainnya. Penelitian Sanders, mendapatkan kematian mendadak akibat PJK pada laki-laki perokok 10 kali lebih besar daripada bukan perokok dan pada perempuan perokok 4 kali lebih besar daripada bukan perokok. Rokok dapat menyebabkan 25 % kematian PJK pada laki-laki dan perempuan umur di bawah 65 tahun atau 80 % kematian
PJK pada laki-laki umur di bawah 45 tahun. (Karson, 2012  ).

Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi oksigen akibat inhalasi CO. Akibat selanjutnya adalah takikardi, vasokonstruksi pembuluh darah, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah dan perubahan 5-10 % Hb menjadi carboksi-Hb. Nikotin akan menyebabkan debaran yang lebih cepat dan gas CO akan mengikat butir darah merah (hemoglobin) lebih kuat dibanding oksigen sehingga oksigenisasi jantung relatif berkurang (Karson, 2012  ).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Selim (2013) didapati hasil yang menunjukkan nadi istirahat perokok secara signifikan lebih tinggi ( p < 0,001 ) dan tekanan darah sistolik ( p = 0,001 ) dibandingkan dengan non perokok dan memiliki resiko lebih besar terhadap angka kejadian PJK. Di samping itu rokok dapat menurunkan kadar HDL kolesterol. Makin banyak jumlah rokok yang dihisap, kadar HDL kolesterol makin menurun. Pada perempuan perokok maka penurunan kadar HDL kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki-laki perokok. Merokok juga dapat meningkatkan tipe IV hiperlipidemi dan hipertrigliserid, pembentukan platelet yang abnormal pada diabetes melitus disertai obesitas dan hipertensi sehingga perokok cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis daripada yg bukan perokok. (Karson, 2012  ).

Kenfield, 2008 dari Harvard School of Public Health di Boston dan para koleganya dalam laporan yang berjudul Smoking and Smoking Cessation in Relation to Mortality yang diterbitkan  dalam Journal of the American Medical Association menunjukkan bahwa terdapat 64% kematian pada perokok serta 28% kematian pada mantan perokok. Apabila berhenti merokok, maka penurunan resiko PJK akan mencapai 50 % pada akhir tahun pertama setelah berhenti merokok dan kembali seperti yang tidak merokok setelah berhenti merokok 10 tahun. Harus diupayakan
seseorang berhenti merokok untuk selama-lamanya. Menghentikan merokok secara total memungkinkan tapi dapat juga sedikit demi sedikit mengurangi jumlah rokok yang dihisap sampai akhirnya berhenti total (Karson, 2012  ).





b)        Kolesterol
Kolesterol yang terlalu banyak mengalir dalam darah dapat menyebabkan penyakit jantung koroner. Jenis kolesterol yang membuat risiko jantung koroner kian besar adalah lipoprotein low-density (LDL) yang biasa disebut sebagai kolesterol ‘jahat’. Karena kolesterol inilah yang memiliki kecenderungan untuk menempel dan menimbun di arteri koroner.

c)        Diabetes
Para penderita diabetes juga diprediksikan memiliki risiko dua kali lipat terkena penyakit jantung koroner. Hal ini karena penderita diabetes kemungkinan memiliki lapisan pembuluh darah yang lebih tebal dari orang yang sehat. Ketebalan berlebih pada arteri koroner bisa menyebabkan tidak lancarnya aliran darah.
Diabetes Melitus (DM) terbukti merupakan faktor risiko yang kuat untuk semua penyakit aterosklerotik. Mortalitas dan morbiditas PJK pada penderita DM 2-3 kali lipat dibandingkan dengan yang non DM. Pada penderita DM dewasa 75-80 % akan meninggal karena komplikasi PJK. Berdasarkan Standards of Medical Care in Diabetes 2013, beberapa kriteria dan monitoring untuk DM tersebut  yakni, A1C > 6,5 % atau Fasting plasma glucose (FPG) > 126 mg/dL (7 mmol/L), puasa didefinisikan tidak adanya ambilan kalori sedikitnya selama 8 jam, 2 jam glukosa plasma > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) selama oral glucose tolerance test (OGTT) dengan asupan glukosa sebanding dengan 75 glukosa anhydrous yang dilarutkan.  Pasien dengan keluhan klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia dengan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) atau dengan riwayat konsumsi obat DM secara teratur. Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi penyakit pembuluh darah.  Penelitian Hong Wang dan kolegannya 2011 menunjukkan laki-laki yang menderita DM resiko PJK 50 % lebih tinggi daripada orang normal, sedangkan pada perempuan resikonya menjadi 2 kali lipat. Mekanismenya belum jelas, akan tetapi terjadi peningkatan tipe IV hiperlipidemidan hipertrigliserid, pembentukan platelet yang abnormal dan DM yang disertai obesitas dan hipertensi. Mungkin juga banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Diusahakan berolahraga 3-5 kali seminggu, dengan durasi 30-60 menit setiap berolahraga. Untuk kelebihan berat badan, agar dikendalikan dengan kisaran indeks massa tubuh 21-25 kilogram/meter persegi.

d)        Terjadinya pembekuan darah
Pembekuan darah atau trombosis yang terjadi pada arteri koroner akan memblokir suplai darah menuju jantung. Pembekuan darah di arteri koroner biasanya terjadi di lokasi yang sama dengan aterosklerosis. Karena pembekuan darah menghalangi suplai darah ke oksigen, dengan sendirinya akan meningkatkan risiko penyakit jantung koroner bagi yang mengalaminya.

e)        Tingginya tekanan darah
Tekanan darah yang terlalu tinggi juga bisa memperbesar seseorang menderita penyakit jantung koroner. Seseorang dikategorikan memiliki tekanan darah tinggi jika memiliki tekanan sistolik pada kisaran 140 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik sekitar 90 mmHg atau lebih. Tekanan sistolik sendiri didefinisikan sebagai ukuran tekanan darah saat jantung berkontraksi atau memompa darah keluar. Sementara itu, tekanan diastolik adalah tekanan darah saat jantung sedang santai dan mengisi darah.
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama untuk terjadinya PJK. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%. Sebesar 7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi.
Penyebab kematian akibat hipertensi di Amerika adalah kegagalan jantung 45 %, miokard infark 35 %, cerebrovascular accident 15 % dan gagal ginjal 5 %. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi esensial biasanya akibat perubahan struktur arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi pada kasus-kasus yang tidak diobati. Mula-mula akan terjadi hipertrofi dari tunika media diikuti dengan hialinisasi setempat dan penebalan fibrosis dari tunika intima dan akhirnya akan terjadi penyempitan pernbuluh darah. Tempat yang paling berbahaya adalah bila mengenai miokardium, arteri dan arterial sistemik arteri koroner dan serebral serta pembuluh darah ginjal. Komplikasi terhadap jantung akibat hipertensi yang paling sering terjadi adalah kegagalan ventrikel kiri, PJK seperti angina pektoris dan miokard infark.
Dari beberapa penelitian Framingham 1965 didapatkan ± 50 % penderita miokard infark menderita hipertensi dan 75 % kegagalan ventrikel kiri penyebabnya adalah hipertensi. (Supriyono, 2008)

Klasifikasi hipertensi khususnya pada jantung disebabkan karena : 
·          Meningkatnya tekanan darah
Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi. 
·          Mempercepat timbulnya aterosklerosis
Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding
pembuluh darah arteri koronaria dan memudahkan terjadinya aterosklerosis koroner (faktor koroner). Hal ini memunculkan gejala angina pektoris, insufisiensi koroner dan miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi dibandingkan orang normal.  Tekanan darah sistolik diduga mempunyai pengaruh yang lebih besar dari pada tekanan diastolik. Kejadiannya PJK pada hipertensi sering ditemukan dan secara langsung berhubungan dengan tingginya tekanan darah sistolik. Penelitian Framingham selama 18 tahun terhadap penderita berusia 45-75 tahun mendapatkan hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya angina pektoris dan miokard infark. Penelitian tersebut juga mendapatkan penderita hipertensi yang mengalami miokard infark mortalitasnya 3 kali lebih besar daripada penderita yang normotensi dengan miokard infark. Tekanan darah yang normal merupakan penunjang kesehatan yang utama dalam kehidupan dan ada hubungannya dengan faktor keturunan, perilaku dan cara kehidupan, kebiasaan merokok dan alkoholisme, diet serta pemasukan natrium & kalium yang seluruhnya adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan pola kehidupan seseorang. Kesegaran jasmani juga berhubungan dengan tekanan darah sistolik, seperti yang didapatkan pada penelitian Fraser dkk, orang-orang dengan kesegaran jasmani yang optimal tekanan darahnya cenderung lebih rendah. Penelitian di Amerika Serikat melaporkan pada dekade terakhir ini telah terjadi penurunan angka kematian PJK  sebanyak 25 %. Keadaan ini mungkin akibat hasil dari deteksi dini dan pengobatan hipertensi pemakaian beta-bloker dan bedah koroner serta perubahan kebiasaan merokok. Bagi mereka yang hipertensi, ada baiknya mengukur tekanan darah setiap ke dokter atau satu sampai dua kali setahun jika tubuh dalam keadaan sehat. Tetapi, jika mengidap hipertensi, harus diet rendah garam, menurunkan berat badan bagi yang berlebihan, minum obat, dan kontrol ke dokter sesuai dengan anjuran. 

f)          Dislipidemia
Penelitian Balitbang Kesehatan tahun 2000, menghasilkan persentasi tertinggi dibanding faktor risiko yang lain seperti hipertensi, DM, merokok, dan kepribadian Tipe A, yaitu 70,4 %.  Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai oleh peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi utama dari lipid adalah kenaikan kadar kolesterol total, Low Density lipoprotein (LDL) dan trigliserida serta penurunan High Density lipoprotein (HDL). Adult Treatment Panel (ATP) III memberi batasan dislipidemia aterogenik adalah peningkatan trigliserida, small dense LDL dan penurunan HDL. Kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) yang dikenal sebagai kolesterol jahat dan kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) yang dikenal sebagai kolesterol baik. LDL membawa kolesterol dari hati ke sel, dan HDL berperan membawa kolesterol dari sel ke hati. Kadar kolesterol LDL yang tinggi akan memicu penimbunan kolesterol di sel, yang menyebabkan munculnya atherosclerosis (pengerasan dinding pembuluh darah arteri) dan penimbunan plak di dinding pembuluh darah. Lipoprotein-a diperkirakan berperan pada atherogenesis dengan mentranspor molekul LDL dan mempengaruhi proliferasi sel otot polos vaskular, menghambat fibrinolisis, dan mempengaruhi fungsi platelet. Hal ini dihubungkan dengan peningkatan risiko penyakit akibat gangguan pembuluh darah seperti  penyakit jantung koroner. Sedangkan  HDL dapat mengangkut kolesterol dari jaringan tepi, termasuk plak atherosklerotik, untuk dibawa ke hati atau dibuang dalam bentuk asam empedu. Proses tersebut disebut reverse cholesterol transport. Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan plak atherosklerosis tidak hanya berkaitan dengan peningkatan kadar LDL, namun juga rendahnya HDL dan hipertrigliseridemia. 

g)        Obesitas
Obesitas adalah status gizi dimana indeks massa tubuh = 25 kg/m2. Obesitas juga dapat diartikan sebagai kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada laki-laki dan > 21 % pada perempuan. Berdasarkan data dari WHO tahun 2008, prevalensi obesitas pada usia dewasa di Indonesia sebesar 9,4% dengan pembagian pada pria mencapai 2,5% dan pada wanita 6,9% Obesitas sering didapatkan bersama-sama dengan hipertensi, DM dan hipertrigliserdemia. Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol total dan LDL kolesterol. Resiko PJK akan jelas meningkat bila berat badan mulai melebihi 20 % dari berat badan ideal. Obesitas akan mengakibatkan terjadinya peningkatan volume darah sekitar 10 -30 %. (Sumiati, 2010)
Hal ini tentu merupakan beban tambahan bagi jantung, otot jantung akan mengalami perubahan struktur berupa hipertropi atau hiperplasi yang keduanya dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pompa jantung atau lazim disebut sebagai gagal jantung atau lemah jantung. Pada gagal jantung penderita akan merasakan lekas capek, sesak napas bila melakukan aktifitas ringan, sedang, ataupun berat (tergantung dari derajat lemah jantung). (Sumiati, 2010;Karson, 2012 )
Obesitas dapat mempercepat terjadinya penyakit jantung koroner melalui:
·       Obesitas mengakibatkan terjadinya perubahan lipid darah, yaitu peninggian kadar kolesterol darah, kadar LDL-kolesterol meningkat, penurunan kadar HDL-kolesterol.
·    Obesitas mengakibatkan terjadinya hipertensi, akibat penambahan volume darah, peningkatan kadar renin, peningkatan kadar aldosteron dan insulin, meningkatnya tahanan pembuluh darah sistemik, serta terdapatnya penekanan mekanis oleh lemak pada dinding pembuluh darah tepi.
Obesitas akan mengakibatkan terjadinya peningkatan faktor-faktor pembekuan darah, sebagaimana diketahui bahwa faktor pembekuan darah merupakan faktor resiko untuk terjadinya serangan jantung dan stroke. Obesitas akan meningkatkan resiko stroke 20 % dan resiko serangan jantung sebesar 8 kali lipat dibanding mereka yang bukan obesitas. Jika berat badan naik 20 % maka angka kematian meningkat 20 % pada pria dan 10 % pada wanita. Seperti penelitian yang dilakukan Wira, dkk 2006 di denpasar dari hasil penelitiannya terdapat 51,1% penderita PJK dengan obesitas dari total keseluruhan sampel.  
Obesitas pada masa kanak-kanak biasanya akan mempunyai efek atau pengaruh yang lebih buruk terhadap jantung dibanding jika obesitas didapat setelah usia dewasa. Hal ini disebabkan oleh karena : efek samping obesitas ditentukan oleh berat dan lamanya obesitas. Kerusakan atau kelainan otot jantung akibat obesitas sering disebut sebagai penyakit otot jantung obesitas (obesity heart muscle disease) atau kardiomiopati. (Sumiati, 2010;Karson, 2012)

h)        Inaktivitas fisik
Pada latihan fisik akan terjadi dua perubahan pada sistem kardiovaskuler, yaitu peningkatan curah jantung dan redistribusi aliran darah dari organ yang kurang aktif ke organ yang aktif. Aktivitas aerobik secara teratur menurunkan risiko PJK, meskipun hanya 11 % laki-laki dan 4 % perempuan memenuhi target pemerintah untuk berolah raga. Disimpulkan juga bahwa olah raga secara teratur akan menurunkan tekanan darah sistolik, menurunkan kadar katekolamin di sirkulasi, menurunkan kadar kolesterol dan lemak darah, meningkatkan kadar HDL lipoprotein,
memperbaiki sirkulasi koroner dan meningkatkan percaya diri. 
Diperkirakan sepertiga laki-laki dan dua per tiga perempuan tidak dapat mempertahankan irama langkah yang normal pada kemiringan gradual (3 mph pada gradient 5 %). Olah raga yang teratur berkaitan dengan penurunan insiden PJK sebesar 20 – 40 %. (31) Dengan berolah raga secara teratur sangat bermanfaat untuk menurunkan faktor risiko seperti kenaikan HDL-kolesterol dan sensitivitas insulin serta menurunkan berat badan dan kadar LDL-kolesterol. (Sumiati, 2010) 

6.         Diagnosis
 Pada diagnosis awal, dokter biasanya akan menanyakan tentang gejala, riwayat kesehatan keluarga, serta pola hidup Anda. Jika mencurigai Anda mengidap penyakit jantung, dokter akan menganjurkan Anda untuk menjalani beberapa pemeriksaan untuk mengonfirmasi diagnosis. Misalnya, tes darah, elektrokardiogram (EKG), angiografi koroner, CT scan, serta MRI scan.
Langkah pertama dalam pengelolaan PJK ialah penetapan diagnosis pasti. Diagnosis yang tepat amat penting, jika diagnosis PJK telah dibuat terkandung pengertian bahwa penderitanya mempunyai kemungkinan akan dapat mengalami infark jantung atau kematian mendadak. Dokter harus memilih pemeriksaan yang perlu dilakukan terhadap penderita untuk mencapai ketepatan diagnostik yang maksimal dengan resiko dan biaya yang seminimal mungkin. Berikut ini cara-cara diagnostic :

a.         Anamnesis
Anamnesis berguna mengetahui riwayat masa lampau seperti riwayat merokok, usia, infark miokard sebelumnya dan beratnya angina untuk kepentingan diagnosis pengobatan (Anonim, 2009).

b.        Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat digunakan sebagai acuan pada PJK adalah denyut jantung, tekanan darah, suhu tubuh dan kecepatan respirasi (Majid, 2007).

c.         Laboratorium
Pada pasien angina stabil sebaiknya dilakukan pemeriksaan profil lipid seperti LDL, HDL, kolesterol total, dan trigliserida untuk menentukan faktor resiko dan perencanaan terapi. Selain pemeriksaan diatas dilakukan pula memeriksaan darah lengkap dan serum kreatinin. Pengukuran penanda enzim jantung seperti troponin sebaiknya dilakukan bila evaluasi mengarah pada sindrom koroner akut (Anonim, 2009).

d.        Foto sinar X dada
X-ray dada sebaiknya diperiksa pada pasien dengan dugaan gagal jantung, penyakit katup jantung atau gangguan paru. Adanya kardiomegali, dan kongesti paru dapat digunakan prognosis (Anonim, 2009). 

e.         Pemeriksaan jantung non-invasif
·          EKG merupakan pemeriksaan awal yang penting untuk mendiagnosis PJK. 
·          Teknik non-invasi penentuan klasifikasi koroner dan teknik imaging (computed tomografi (CT) dan magnetic resonance arteriography. Sinar elektron CT telah tervalidasi sebagai alat yang mampu mendeteksi kadar kalsium koroner (Anonim, 2009). 

f.          Pemeriksaan invasif menentukan anatomi koroner
Arteriografi koroner adalah Pemeriksaan invasif dilakukan bila tes non invasif tidak jelas atau tidak dapat dilakukan. Namun arteriografi koroner tetap menjadi pemeriksaan fundamental pada pasien angina stabil. Arteriografi koroner memberikkan gambaran anatomis yang dapat dipercaya untuk identifikasi ada tidaknya stenosis koroner, penentuan terapi dan prognosis (Anonim, 2009).



7.        Pencegahan Penyakit Jantung Koroner

Terdapat beberapa langkah pencegahan yang sederhana untuk menghindari penyakit jantung, yaitu:
§   Berhenti merokok.
§   Menerapkan pola hidup sehat, misalnya mengurangi makanan berkolesterol tinggi serta berolahraga teratur.
§   Menjaga berat badan yang sehat.
§   Mengurangi konsumsi minuman keras.

Untuk meminimalkan risiko terkena penyakit jantung koroner, seseorang harus mau melakukan beberapa hal untuk bisa membantu mencegah terjadinya penyakit jantung koroner.

a.         Rutin mengecek kondisi tubuh.
Dalam hal ini, untuk memperkecil kemungkinan anda terkena serangan jantung koroner, anda harus rajin-rajin memeriksakan kondisi tubuh anda. Hal ini bisa dimulai dengan memeriksa kolesterol dan juga gula darah.

b.        Seimbangkan Gizi.
Gizi adalah satu hal yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk menjaga agar tubuh anda tetap fit dan tidak mudah sakit. Maka dari itu, anda harus selalu menyeimbangkan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh anda. Semakin sehat pola hidup anda, maka akan semakin kecil kemungkinan anda akan terkena penyakit jantung koroner ini.

c.         Hentikan Merokok.
Radikal bebas datang dari rokok. Tembakau yang dibakar lantas dihisap ini tidak baik untuk kesehatan tubuh anda. Untuk menghindari agar anda tidak terkena penyakit jantung koroner, anda harus menghentikan kebiasaan merokok anda sedikit demi sedikit. Ini akan membantu anda untuk hidup lebih sehat.

d.        Hindari Stress.
Keadaan sesehat apapun tubuh anda, jika pikiran anda tidak sehat, artinya selalu merasa stress memikirkan sesuatu, maka anda bisa dengan mudah terkena penyakit. Maka untuk menghindari penyakit-penyakit yang mungkin membahayakan anda, anda harus tetap menjaga mood anda agar tidak mudah stress. Stress kronis dapat meningkatkan kadar adrenalin dalam tubuh dan ketika hormone adrenalin dalam tubuh ini meningkat, hal ini bisa menjadikannya sebagai radikal bebas yang tidak baik bagi tubuh anda.

e.         Awali tekanan darah secara teratur.
Ketika tekanan darah anda tidak teratur, hal ini mempengaruhi aliran darah ke seluruh tubuh termasuk aliran darah menuju jantung. Jika aliran darah terlalu cepat, maka jantung akan bekerja lebih cepat dan bisa menyebabkan gagal jantung, begitu juga jika terlalu lambat. Maka dari itu, memulainya secara teratur adalah salah satu cara untuk menghindarkan anda dari terkena serangan jantung koroner ini.
  
f.          Teratur berolah raga.
Olah raga adalah bagian penting dalam kesehatan anda. Maka dari itu anda harus rutin melakukan olah raga dan melakukan olah raga secukupnya. Hal ini akan membuat anda lebih kuat dan sehat.




8.        Cara Mengobati Penyakit jantung koroner

Di atas sudah saya sebutkan beberapa cara untuk mencegah datangnya penyakit jantung koroner ini. Akan tetapi, kita tak pernah tahu apakan dengan cara-cara di atas kita bisa sepenuhnya terhindar dari penyakit jantung koroner ini. Maka dari itu,ketika pada akhirnya kita terkena penyakit jantung koroner ini, ada beberapa hal yang bisa anda lakukan.

a.         By Pass.
Ini merupakan salah satu cara medis untuk menyembuhkan penyakit jantung koroner ini. By pas merupakan salah satu dari dua cara yang paling sering digunakan para medis untuk menyembuhkan penyakit jantung koroner ini. Yang dimaksud dengan by pass adalah bedah pintas koroner. Ini adalah salah satu cara untuk menyembuhkan penyakit jantung koroner. By pass atau yang biasa disebut dengan operasi bedah pintas koroner ini berusaha membedah pembuluh darah yang terletak di jantung dan mengembalikannya seperti semula ketika ia masih sehat sehingga ia bisa mengalirkan darah ke jantung dengan normal kembali. Operasi by pass ini merupakan salah satu operasi yang memiliki tingkat resiko yang sangat besar. Ketika dilakukan operasi ini bisa saja terjadi pendarahan yang merugikan dan berbahaya bagi tubuh anda, gangguan fungsi ginjal sehingga anda harus rutin melakukan cuci darah, dan stroke. Resiko operasi ini sangat besar dan perawatannya juga membutuhkan waktu pelaksanaan selama tujuh hari.

b.        Stent.
Selain by pass, cara lain untuk mengobati penyakit jantung ini adalah dengan metode medis yang disebut dengan stent atau angioplasty. Metode ini adalah satu metode yang menurut beberapa orang tidak memiliki resiko yang besar. Karena metode ini tidak membutuhkan bedah seperti pada metode by pass. Hal itulah kiranya yang membuat metode ini menjadi metode paling aman untuk menyembuhkan pembuluh darah koroner yang tersumbat dan menyebabkan penyakit jantung koroner ini. Selain resiko yang lebih kecil, stent juga memiliki jangka waktu pelaksanaan prosedur yang lebih cepat. Meskipun ini adal cara yang resikonya lebih kecil, tidak semua kasus penyakit jantung koroner bisa disembuhkan dengan melakukan stent. Ketika penyakit ini sudah benar-benar dalam keadaan yang parah, maka mau tak mau ia harus segera di bedah untuk menyelamatkan si manusia tersebut.

9.        Berbagai Penelitian Terkait Penyakit Jantung Koroner
Sebelumnya telah ada beberapa penelitian luar dan dalam negeri yang dilakukan mengenai faktor-faktor resiko jantung koroner namun untuk memastikan keaslian dari penelitian ini peneliti menjamin terdapatnya kecenderungan perbedaan secara substansial diantara dan didalam populasi penelitian dalam hal morbiditas dan mortalitas akibat PJK. 
Beberapa penelitian terdahulu tentang faktor risiko PJK antara lain :

a.         Penelitian yang dilakukan oleh Fiscella  dan Franks (2004)  di Amerika Serikat dengan judul  penelitian “Should Years of Schooling Be Used to Guide Treatment of Coronary Risk Factors?” dalam penelitian ini diperoleh bahwa  jenis kelamin angka kejadian lebih tinggi pada laki-laki (RR 1,4, 95% CI, 1,2-1,6) dan pasien yang riwayat merokok (RR 1,4, 95% CI, 1,1-1,6), kolesterol total lebih besar dari 280 mg / dL (RR 1,6, 95% CI, 0,9-2,7), dan tekanan darah darah sistolik 130 -139 mm Hg (RR 1,6, 95% CI, 1,0-2,4) memiliki resiko yang besar untuk menderita PJK (Fiscella , 2004)
b.        Pada penelitian yang dilakukan oleh Kuklina (2006) dan beberapa temannya tahun 2006 di Amerika Serikat dengan judul penelitian “Prevalence of Coronary Heart Disease Risk Factors and Screening for High Cholesterol Levels Among Young Adults, United States, 1999–2006 dan mendapatkan hasil 59% orang dewasa muda itu menderita  PJK  dengan memiliki satu faktor risiko atau lebih.
c.         Pada penelitian yang dilakukan oleh Yusnidar tahun 2007 di  RSUP Dr. Kariadi Semarang dengan judul penelitian “Faktor-faktor risiko penyakit jantung koroner Pada wanita usia > 45 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian PJK dan faktor risiko pada wanita usia> 45 y adalah menopause (OR = 7,2, 95% CI 2,1-24,8), penuaan (= 66 y) (OR = 6,0, 95% CI 2,1-17,2); aktivitas fisik (duduk waktu = 3,25 jam / d) (OR = 4,1, 95% CI 1,7-9,9), riwayat diabetes mellitus (OR = 3,9, 95% CI 1,6-9,6), riwayat hipertensi (OR = 3,5, 95% CI 1,6-7,8); dan pengetahuan tentang penyakit jantung (OR = 2,4, 95% CI 1,1-5,3) (Yusnidar, 2007).
d.        Penelitian yang dilakukan oleh Supriyono tahun 2008 di RSUP DR. Kariadi Dan RS Telogorejo Semarang dengan judul penelitian “Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung koroner pada kelompok Usia < 45 tahun. hasil penelitian yang dilihat dari analisa multivariate menunjukkan bahwa faktor-faktor yang terbukti berpengaruh terhadap kejadian PJK dan merupakan faktor risiko PJK pada kelompok usia < 45 tahun adalah: dislipidemia (p=0,006 dan OR=2,8 ; 95% CI=1,3-6,0), kebiasaan merokok (p=0,011 dan OR=2,4 ; 95% CI=1,2-4,8), adanya penyakit DM (p=0,026 dan OR=2,4; 95% CI=1,2-5,9) dan penyakit DM dalam keluarga (p=0,018 dan OR=2,3 ; 95% CI=1,1-4,5) (Supriyono, 2008)

e.         Penelitian yang dilakukan oleh Zainal Abidin pada tahun 2008 di cardiovascular care unit (CVCU) Cardiac Centre RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dengan judul penelitian “Faktor risiko penyakit jantung koroner pada pasien rawat inap di cardiovascular care unit (cvcu) cardiac centre RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo makassar periode januari – juli 2008. Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa distribusi penderita penyakit jantung koroner menurut jenis kelamin adalah laki-laki tiga kali lebih banyak dibanding perempuan (Abidin, 2008). Adapun distribusi penderita penyakit jantung koroner pada penelitian Zainal yang terbanyak berada pada rentang umur antara 46 tahun – 65 tahun yaitu sebanyak 87 kasus (65,9%). Umur termuda adalah subyek yang berumur 35 tahun, sedangkan yang tertua adalah 88 tahun. Sedangkan, distribusi penderitapenyakit jantung koroner menurut riwayat merokok, tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Distribusi  Jumlah penderita PJK yang memiliki riwayat hipertensi, dua kali lebih banyak dibandingkan penderita PJK yang tidak memiliki riwayat hipertensi. Distribusi penderita PJK menurut riwayat DM adalah jumlah penderita PJK yang tidak memiliki riwayat DM, tiga kali lebih banyak dibanding penderita PJK yang memiliki DM. Distribusi penderita PJK menurut riwayat PJK dalam keluarga adalah jumlah penderita PJK yang tidak memiliki keterangan anamnesis mengenai riwayat keluarga menderita PJK sepuluh kali lebih banyak dibanding penderita PJK yang memiliki atau tidak memiliki riwayat keluarga PJK, dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara penderita PJK yang memiliki riwayat keluarga menderita PJK dengan penderita PJK yang tidak memiliki riwayat keluarga menderita PJK. (Abidin, 2008). Distribusi penderita PJK menurut riwayat Dislipidemia adalah jumlah penderita PJK yang memiliki riwayat Dislipidemia tiga kali lebih banyak di banding penderita PJK tanpa riwayat dislipidemia. Distribusi penderita PJK menurut obesitas adalah jumlah penderita PJK yang tidak obesitas delapan kali lebih banyak di banding penderita PJK yang obesitas. Distribusi penderita PJK menurut jumlah faktor risiko, diperoleh delapan puluh persen yang memiliki 3-5 faktor risiko, sedangkan yang paling sedikit adalah penderita dengan 1 dan 7 faktor risiko sebanyak 1 kasus. (Abidin, 2008). 


No comments:

Post a Comment