1.
Pengertian Penyakit Jantung Koroner
Jantung merupakan
salah satu organ terpenting dalam tubuh. Organ berukuran sebesar kepalan tangan
ini berfungsi memompa dan menyebarkan darah yang mengandung oksigen ke seluruh
tubuh. Penyakit
jantung yang paling umum terjadi adalah penyakit jantung koroner.
Penyakit ini terjadi ketika pasokan darah yang kaya oksigen menuju otot
jantung terhambat oleh plak pada arteri koroner. Pada
dinding pembuluh arteri dapat terjadi kondisi ateroskelosis, yaitu penumpukan
kolesterol dan substansi lainnya yang semakin bertambah sehingga mempersempit
ruang arteri. Tumpukan ini disebut plak. Sejatinya plak sudah bersarang di
dinding arteri sejak seseorang masih muda. Makin tinggi usia seseorang, makin
menumpuk plak di lokasi yang sama. Plak sendiri mengeluarkan zat kimia yang
membuat dinding bagian dalam dari pembuluh menjadi lengket. Pada saat
bersamaan, darah memuat sel-sel inflamasi, lipoprotein, dan kalsium. Zat-zat
ini kemudian akan menempel di dinding pembuluh darah sehingga membuat timbunan
plak makin banyak. Makin besar plak, makin sempit arteri koroner sehingga
suplai darah kaya oksigen ke jantung kian menipis. Plak juga dapat pecah dan
kemudian menyumbat sebagian besar hingga seluruh aliran darah pada pembuluh
arteri. Bila hambatan aliran darah ini terjadi pada arteri koroner, maka dapat
terjadi serangan jantung.
Penyakit
jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung dan pembuluh darah yang
disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Penyempitan pembuluh darah
terjadi karena proses terosklerosis atau spasme atau kombinasi keduanya.
Aterosklerosis yang terjadi karena timbunan kolesterol dan jaringan ikat pada
dinding pembuluh darah secara perlahan-lahan, hal ini sering ditandai dengan keluhan
nyeri pada dada (Davidson, 2003).
Bila
aliran darah ke otot jantung lambat, maka jantung tidak mendapatkan oksigen dan
zat nutrisi yang cukup. Hal ini biasanya mengakibatkan nyeri dada yang disebut
angina atau nyeri dada. Pada waktu jantung harus bekerja lebih keras terjadi
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan oksigen, Bila satu atau lebih
dari arteri koronaria mengalami sumbatan total, akibat yang terjadi adalah
kerusakan pada otot jantung (Davidson, 2003).
Sebenarnya, pembuluh darah atau arteri yang
mengalami penyempitan ini biasanya membuat pembuluh darah baru di sekitar arteri yang menyempit. Sayangnya,
pembuluh darah yang baru kemungkinan belum bisa membawa darah kaya oksigen
sebanyak pembuluh darah lama.
Penyakit jantung koroner juga dikenal dengan istilah penyakit
jantung iskemik dan termasuk salah satu
penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Sekitar 35 persen kematian di
Indonesia disebabkan oleh penyakit jantung. Menurut Federasi Jantung Dunia,
angka kematian akibat penyakit jantung koroner di Asia Tenggara mencapai 1,8
juta kasus pada tahun 2014.
2.
Penyebab Penyakit Jantung Koroner
Seseorang mengalami penyakit
jantung koroner jika aliran darah ke jantungnya terhambat oleh lemak.
Penimbunan lemak di dalam arteri jantung ini dikenal dengan istilah
aterosklerosis dan merupakan penyebab utama penyakit jantung koroner.
Selain
dapat mengurangi suplai darah ke jantung, aterosklerosis juga dapat menyebabkan
terbentuknya trombosis atau penggumpalan darah. Jika ini terjadi, aliran darah
ke jantung terblokir sepenuhnya dan serangan jantung pun terjadi. Faktor pemicu
aterosklerosis meliputi kolesterol yang tinggi, merokok, diabetes, serta tekanan darah tinggi.
Penyakit
yang mematikan ini muncul tentunya bukan tanpa sebab. Berikut adalah beberapa
penyebab munculnya penyakit jantung koroner atau PJK ini.
a.
Pola
Hidup
Seperti
yang anda ketahui, penyakit jantung koroner ini merupakan penyebab kematian
paling tinggi di Indonesia. Hal itu pada dasarnya terjadi karena pola makan
yang tidak baik dari sebagian orang. Kebanyakan orang tidak memperdulikan apa
yang ia makan, ia hanya menganggap apa yang enak dimakan maka baik juga untuk
tubuh. Padahal tidak semua makanan yang enak bagus untuk tubuh.
b.
Gliko
liko toksisit
Seperti
salah satu contohnya, ketika seseorang terlalu banyak makan manis, atau yang
disebut dengan Gliko Liko Toksisit. Hal ini merupakan pola hidup yang sangat
tidak baik untuk tubuh. Memakan makanan yang mengandung gula terlalu banyak
bisa menyebabkan gula darah anda naik dan bisa membuat anda terkena penyakit
lain seperti diabetes dan gula darah. Selain itu, penyakit jantung koroner juga
bisa muncul ketika anda tidak bisa mengatur pola makan manis anda.
c.
Kurang
olahraga
Selain
kebiasaan makan, kebiasaan tak pernah olah raga secukupnya juga membuat anda
rentan terkena penyakit ini. Tubuh yang tak pernah digerakkan dan tak pernah
dilatih tidak akan memiliki kekuatan imun yang cukup untuk melindungi tubuh
anda. Meskipun begitu, terlalu banyak berolah raga juga tidak baik. Lakukan
olah raga secukupnya sehingga anda bisa mendapatkan manfaatnya.
d.
Polusi
Lingkungan
Sebaik
apapun anda bisa menjaga tubuh anda, tapi jika anda tidak bisa menjaga
lingkungan anda, maka lingkungan juga akan merugikan anda. Polusi lingkungan
yang menyebabkan radikal bebas bisa menyebabkan penyakit jantung koroner. Maka
dari itu, menjaga lingkungan untuk tetap bersih dan terbebas dari polusi udara
dan polusi lingkungan yang lain adalah salah satu cara untuk terhindar dari
penyakit jantung koroner tersebut.
e.
Minum
alkohol
Alkohol
memang tidak baik jika dikonsumsi. Alkohol selain memabukkan, alkohol juga bisa
membuat anda terkan serangan jantung mendadak. Mengkonsumsi alkohol terlalu banyak
membuat anda rentan terkena serangan jantung koroner.
f.
Faktor
Keturunan
Selain
beberapa penyebab di atas, faktor keturunan juga merupakan salah satu penyebaba
munculnya penyakit jantung koroner ini. Anda harus memeriksa, apakah ayah atau
ibu anda memiliki penyakit ini sehingga anda bisa tahu apakah anda berpotensi
terkena penyakit jantung koroner ini atau tidak.
3.
Gejala Jantung
Koroner
Meskipun
penyakit ini bisa muncul mendadak, akan tetapi dalam beberapa kasus, penyakit
ini menunjukkan beberapa indikasi pada bagian tubuh yang lain. Berikut adalah
beberapa tanda bahwa mungkin anda terkena penyakit jantung koroner;
a.
Kematian
mendadak
Mendengar
salah satu gejala itu mungkin anda tersentak dan ketakutan. Tapi berdasarkan
data, penyakit jantung koroner ini dalam 35% sampai 45% kasus penyakit jantung
koroner yang terjadi seketika menyebabkan kematian.
Yang
dimaksud dengan keadaan seized adalah satu keadaan dimana anda merasa
seakan-akan ada yang menekan anda. Biasanya perasaan ini muncul setelah makan
atau ketika anda melakukan sesuatu yang berat seperti mendaki gunung, dan
kegiatan yang lain. Sensasi ini biasanya bersifat menekan di daerah dada dan
bisa sangat berbahaya jika ini terus-terusan terjadi.
b.
Sakit
di ulu hati.
Ketika
anda mendadak sering merasakan sakit di ulu hati, anda patut berhati-hati. Bisa
jadi itu adalah salah satu tanda bahwa ada penyempitan pada saluran pembuluh
darah arteri jantung anda yang bisa menyebabkan anda bisa terkena serangan
jantung mendadak.
c.
Leher
seperti tercekik.
Kesulitan
bernafas dan merasa bahwa leher anda seperti tercekik padahal anda tidak merasa
melakukan apapun bisa menjadi salah satu gejala dari penyakit jantung koroner
ini. Biasanya munculnya rasa seperti tercekik ini berbarengan dengan munculnya
rasa sakit yang menjalar dari lengan kiri hingga ke bagian yang lain.
d.
Keringat berlebih
Ketika
anda merasa anda tidak melakukan kegiatan apapun yang menurut anda bisa
menghasilkan banyak keringat, akan tetapi anda tiba-tiba berkeringat, anda
perlu waspada. Keadaan berkeringat berlebih tanpa alasan yang jelas bisa jadi
merupakan salah satu gejala penyakit jantung koroner. Meskipun bisa jadi itu
merupakan gejala penyakit lain. Sebaiknya anda segera memeriksakannya ke dokter
kepercayaan anda.
e.
Masuk
Angin
Yang
saya maksud disini bukan masuk angin biasa, akan tetapi rasa seperti masuk
angin yang tiba-tiba menyerang anda. Hal ini terjadi karena pembuntuan pembuluh
darah koroner di arteri Left Arteri Descending atau LAD. Hal ini menimbulkan
efek seperti masuk angin. Maka jika anda mengobati “masuk angin” ini dengan
obat biasa belum kunjung sembuh atau secara berkala ia terus-terusan muncul,
anda perlu memeriksakannya di dokter terdekat.
Ketika
anda merasa bahwa diri anda seperti masuk angin, sakit di bagian ulu hati,
keringat dingin, dan denyut nadi turun drastis, maka anda harus segera
membawanya ke rumah sakit. Itu bukan masuk angina, Akan tetapi penyakit jantung
koroner. Memang kebanyakan orang di Indonesia terutama, menyadari bahwa apa
yang mereka rasakan itu hanyalah masuk angin biasa, padahal setelah diperiksa,
hampir tiga puluh persen adalah penyakit jantung koroner.
4.
Faktor resiko yang tidak dapat
dikendalikan
a.
Jenis Kelamin
Dari
sisi jenis kelamin, pria lebih sering terkena serangan jantung dibanding
perempuan. Tetapi setelah menopause, frekuensinya sama antara pria dan wanita.
Tomaszewski (2008) dari University of Leicester, meneliti sebanyak 933
laki-laki dengan usia rata-rata 19 tahun yang berpartisipasi dalam studi
Young Men Cardiovascular Association. Tomaszewski menyelediki
adanya
interaksi antara kadar hormon hormon seksual estradiol, estron, testosteron,
dan androstenedion, dengan 3 faktor risiko mayor penyakit jantung (kolesterol,
tekanan
darah
dan berat badan). Dalam studi ini diteliti hubungan antara estrogen dalam darah
(estradiol dan estron) maupun androgen (testosteron dan androstenedion) dengan
faktor risiko mayor kardiovaskular (kadar lipid, tekanan darah, dan indeks
massa tubuh) pada 933 laki-laki muda sehat dengan median usia 19 tahun
(Tomaszewski, 2008)
Dari
hasil penelitian ditemukan bahwa 2 jenis hormon seksual (yaitu estradiol dan
estron, yang secara bersama disebut estrogen) berhubungan dengan meningkatnya
kadar kolesterol-LDL dan menurunnya kadar koleterol-HDL pada laki-laki
(Tomaszewski, 2008).
Studi
ini memperlihatkan bahwa salah satu hormon seksual yaitu estradiol mempunyai
korelasi positif dengan kolesterol total dan mempunyai korelasi negatif dengan
kolesterol HDL. Kadar hormon seks lain yaitu estron, menunjukkan korelasi
positif kuat dengan kolesterol total
maupun
kolesterol HDL (Tomaszewski, 2008).
Hal
ini menunjukkan bahwa hormon seksual mungkin merupakan faktor risiko yang
penting untuk timbulnya penyakit jantung pada laki-laki, dan hal ini sudah
terjadi sebelum adanya gejala penyakit arteri koroner atau stroke (Sumiati,
2010;Karson, 2012 ).
Tim
peneliti ini menyatakan bahwa kadar hormon seksual dalam sirkulasi darah
berhubungan dengan faktor risiko penyakit kardiovaskular pada laki-laki, jauh
sebelum timbulnya manifestasi penyakit kardiovaskular seperti stroke dan infark
miokard. Jadi, laki-laki yang mempunyai kadar
estron
dan estradiol tertinggi, mempunyai risiko kardiovaskuler tertinggi juga, karena
kadar kolesterol LDLnya tinggi sedangkan kadar kolesterol HDLnya yang bersifat
protektif justru berkadar rendah (Tomaszewski, 2008).
b.
Umur
Budhi
Setianto, seorang dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Departemen
Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUI dalam penjelasannya di sebuah seminar
2012 mengatakan makin bertambah usia, makin mudah kena serangan jantung. Jumlah
penderita PJK pria masih dapat dikatakan lebih besar dibandingkan perempuan
(Arif, 2008 : Wahyuningsih, 2011).
Faktor
hormonal yang menyebabkan hal tersebut. “Seperti yang sudah disebutkan,
perempuan baru akan mengidap PJK di usia 55 tahun ke atas, sementara pria di
usia 45 tahun ke atas. Ada jarak 10 tahun antara usia pria dan perempuan, yang
artinya, perempuan memiliki 10 tahun waktu lebih lama terlindungi dari PJK
dibandingkan pria (Tomaszewski, 2008 : Wahyuningsih, 2011).
Alasannya,
karena perempuan mengalami menstruasi dengan siklus yang cenderung teratur
setiap bulannya. Dengan menstruasi wanita mengeluarkan zat feritin (semacam
protein) yang diduga merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner. Feritin
ini, secara teratur dikeluarkan bersama menstruasi yang dialami perempuan.
Sementara, feritin di dalam tubuh pria tak bisa mengalami proses pengeluaran,
sehingga tetap mendekam di dalam tubuh. (Sumiati, 2010;Karson, 2012 ). Hormon estrogen mampu melindungi kaum hawa
dari penyakit degeneratif, salah satunya PJK. Hormon estrogen inilah yang dapat
memberikan efek proteksi terhadap mekanisme aliran darah dari dan ke dalam
jantung. Hormon estrogen ini mampu meningkatkan high density lipoprotein (HDL)
atau kolesterol baik, serta menurunkan low density lipoprotein (LDL) atau
kolesterol jahat yang dapat menimbulkan proses pengapuran di pembuluh darah
yang kemudian akan menyumbat aliran darah saat memasuki pembuluh-pembuluh darah
menuju jantung (Sumiati, 2010;Karson, 2012
).
Dengan
meningkatnya HDL di dalam darah oleh hormon estrogen, sumbatan di pembuluh
darah yang disebabkan oleh LDL ini dapat dihancurkan. Selain itu, estrogen pun
dapat memperlebar pembuluh darah agar aliran darahnya menjadi lancar. Dengan
demikian, perempuan yang sudah mengalami menopause, otomatis produksi hormon
estrogen akan jauh berkurang. Saat inilah perempuan mulai dapat dikatakan
rentan terkena PJK. (Sumiati, 2010;Karson, 2012
)
c.
Riwayat Keluarga Yang menderita PJK
Faktor
keluarga dan genetika mempunyai peranan bermakna dalam patogenesis PJK. Pada
penelitian Fazida, dkk 2009 menyimpulkan bahwa terdapat 35,7% penderita PJK
mempunyai riwayat keluarga menderita penyakit jantung serta hipertensi dan
resiko terkena PJK pada orang yang mempunyai riwayat keluarga 3,8 kali
dibanding yang tidak mempunyai riwayat keluarga.
5.
Faktor resiko yang dapat dikendalikan
a)
Rokok
Menghisap rokok adalah risiko yang paling berperan bagi
peningkatan risiko penyakit jantung koroner. Kandungan nikotin dan karbon
monoksida dalam asap rokok membuat jantung bekerja lebih cepat dari biasanya.
Kedua zat tersebut juga meningkatkan risiko terjadinya gumpalan darah di
arteri. Celakanya, bahan-bahan kimia lain dalam rokok juga bisa merusak lapisan
arteri koroner sehingga kian memperbesar risiko terkena penyakit jantung koroner.
Perokok diprediksi memiliki risiko terkena penyakit jantung koroner 24% lebih
besar daripada yang tidak merokok.
Pria
mempunyai risiko 2-3 kali daripada wanita. Pada pria insidensi tertinggi kasus
PJK pada usia 50 – 60 tahun, sedangkan pada wanita pada usia 60 – 70 tahun.
Kandungan nikotin di dalam
rokok
dapat merusak dinding (endotel) pembuluh darah sehingga dapat terbentuk
timbunan lemak yang akhirnya terjadi penyumbatan pembuluh darah. Pada laki-laki
usia pertengahan (45-65 tahun) dengan
kadar profil lipid yang tinggi (kolesterol total : >240 mg/dl, trigliserida:
>200 mg/dl, kolesterol HDL: <40 mg/dl, kolesterol LDL : >160 mg/dl)
risiko terjadinya PJK akan meningkat. (Bahri, 2004 ; Supriyono, 2008).
Merokok
merupakan salah satu faktor risiko utama PJK di samping hipetensi dan
hiperkolesterolemia. Orang yang merokok lebih 20 batang perhari dapat
mempengaruhi atau memperkuat efek dua faktor utama resiko lainnya. Penelitian
Sanders, mendapatkan kematian mendadak akibat PJK pada laki-laki perokok 10 kali
lebih besar daripada bukan perokok dan pada perempuan perokok 4 kali lebih
besar daripada bukan perokok. Rokok dapat menyebabkan 25 % kematian PJK pada
laki-laki dan perempuan umur di bawah 65 tahun atau 80 % kematian
PJK
pada laki-laki umur di bawah 45 tahun. (Karson, 2012 ).
Efek
rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh
katekolamin dan menurunnya konsumsi oksigen akibat inhalasi CO. Akibat
selanjutnya adalah takikardi, vasokonstruksi pembuluh darah, perubahan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan perubahan 5-10 % Hb menjadi
carboksi-Hb. Nikotin akan menyebabkan debaran yang lebih cepat dan gas CO akan
mengikat butir darah merah (hemoglobin) lebih kuat dibanding oksigen sehingga
oksigenisasi jantung relatif berkurang (Karson, 2012 ).
Pada
penelitian yang dilakukan oleh Selim (2013) didapati hasil yang menunjukkan
nadi istirahat perokok secara signifikan lebih tinggi ( p < 0,001 ) dan
tekanan darah sistolik ( p = 0,001 ) dibandingkan dengan non perokok dan
memiliki resiko lebih besar terhadap angka kejadian PJK. Di samping itu rokok
dapat menurunkan kadar HDL kolesterol. Makin banyak jumlah rokok yang dihisap,
kadar HDL kolesterol makin menurun. Pada perempuan perokok maka penurunan kadar
HDL kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki-laki perokok. Merokok juga
dapat meningkatkan tipe IV hiperlipidemi dan hipertrigliserid, pembentukan
platelet yang abnormal pada diabetes melitus disertai obesitas dan hipertensi
sehingga perokok cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis daripada
yg bukan perokok. (Karson, 2012 ).
Kenfield,
2008 dari Harvard School of Public Health di Boston dan para koleganya
dalam laporan yang berjudul Smoking and Smoking Cessation in Relation to
Mortality yang diterbitkan dalam Journal
of the American Medical Association menunjukkan bahwa terdapat 64% kematian
pada perokok serta 28% kematian pada mantan perokok. Apabila berhenti merokok,
maka penurunan resiko PJK akan mencapai 50 % pada akhir tahun pertama setelah
berhenti merokok dan kembali seperti yang tidak merokok setelah berhenti
merokok 10 tahun. Harus diupayakan
seseorang
berhenti merokok untuk selama-lamanya. Menghentikan merokok secara total
memungkinkan tapi dapat juga sedikit demi sedikit mengurangi jumlah rokok yang
dihisap sampai akhirnya berhenti total (Karson, 2012 ).
b)
Kolesterol
Kolesterol yang terlalu banyak mengalir dalam darah dapat
menyebabkan penyakit jantung koroner. Jenis kolesterol yang membuat risiko
jantung koroner kian besar adalah lipoprotein low-density (LDL)
yang biasa disebut sebagai kolesterol ‘jahat’. Karena kolesterol inilah yang
memiliki kecenderungan untuk menempel dan menimbun di arteri koroner.
c)
Diabetes
Para penderita diabetes juga diprediksikan memiliki risiko dua
kali lipat terkena penyakit jantung koroner. Hal ini karena penderita diabetes
kemungkinan memiliki lapisan pembuluh darah yang lebih tebal dari orang yang
sehat. Ketebalan berlebih pada arteri koroner bisa menyebabkan tidak lancarnya
aliran darah.
Diabetes Melitus (DM)
terbukti merupakan faktor risiko yang kuat untuk semua penyakit aterosklerotik.
Mortalitas dan morbiditas PJK pada penderita DM 2-3 kali lipat dibandingkan
dengan yang non DM. Pada penderita DM dewasa 75-80 % akan meninggal karena
komplikasi PJK. Berdasarkan Standards of Medical Care in Diabetes 2013,
beberapa kriteria dan monitoring untuk DM tersebut yakni, A1C > 6,5 % atau Fasting plasma
glucose (FPG) > 126 mg/dL (7 mmol/L), puasa didefinisikan tidak adanya
ambilan kalori sedikitnya selama 8 jam, 2 jam glukosa plasma > 200 mg/dL
(11,1 mmol/L) selama oral glucose tolerance test (OGTT) dengan asupan
glukosa sebanding dengan 75 glukosa anhydrous yang dilarutkan. Pasien dengan keluhan klasik hiperglikemia
atau krisis hiperglikemia dengan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL (11,1
mmol/L) atau dengan riwayat konsumsi obat DM secara teratur. Intoleransi
terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi penyakit
pembuluh darah. Penelitian Hong Wang dan
kolegannya 2011 menunjukkan laki-laki yang menderita DM resiko PJK 50 % lebih
tinggi daripada orang normal, sedangkan pada perempuan resikonya menjadi 2 kali
lipat. Mekanismenya belum jelas, akan tetapi terjadi peningkatan tipe IV
hiperlipidemidan hipertrigliserid, pembentukan platelet yang abnormal dan DM
yang disertai obesitas dan hipertensi. Mungkin juga banyak faktor-faktor lain
yang mempengaruhinya. Diusahakan berolahraga 3-5 kali seminggu, dengan
durasi 30-60 menit setiap berolahraga. Untuk kelebihan berat badan, agar
dikendalikan dengan kisaran indeks massa tubuh 21-25 kilogram/meter persegi.
d)
Terjadinya pembekuan
darah
Pembekuan darah atau trombosis yang terjadi pada arteri koroner
akan memblokir suplai darah menuju jantung. Pembekuan darah di arteri koroner
biasanya terjadi di lokasi yang sama dengan aterosklerosis. Karena pembekuan
darah menghalangi suplai darah ke oksigen, dengan sendirinya akan meningkatkan
risiko penyakit jantung koroner bagi yang mengalaminya.
e)
Tingginya tekanan darah
Tekanan darah yang terlalu tinggi juga bisa memperbesar seseorang
menderita penyakit jantung koroner. Seseorang dikategorikan memiliki tekanan
darah tinggi jika memiliki tekanan sistolik pada kisaran 140 mmHg atau lebih,
atau tekanan diastolik sekitar 90 mmHg atau lebih. Tekanan sistolik sendiri
didefinisikan sebagai ukuran tekanan darah saat jantung berkontraksi atau
memompa darah keluar. Sementara itu, tekanan diastolik adalah tekanan darah
saat jantung sedang santai dan mengisi darah.
Hipertensi
merupakan salah satu faktor risiko utama untuk terjadinya PJK. Hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, sebagian besar kasus hipertensi di
masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan
darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di Indonesia
sebesar 31,7%. Sebesar 7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi
dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi.
Penyebab
kematian akibat hipertensi di Amerika adalah kegagalan jantung 45 %, miokard
infark 35 %, cerebrovascular accident 15 % dan gagal ginjal 5 %.
Komplikasi yang terjadi pada hipertensi esensial biasanya akibat perubahan
struktur arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi pada kasus-kasus yang
tidak diobati. Mula-mula akan terjadi hipertrofi dari tunika media diikuti dengan
hialinisasi setempat dan penebalan fibrosis dari tunika intima dan akhirnya
akan terjadi penyempitan pernbuluh darah. Tempat yang paling berbahaya adalah
bila mengenai miokardium, arteri dan arterial sistemik arteri koroner dan
serebral serta pembuluh darah ginjal. Komplikasi terhadap jantung akibat
hipertensi yang paling sering terjadi adalah kegagalan ventrikel kiri, PJK
seperti angina pektoris dan miokard infark.
Dari
beberapa penelitian Framingham 1965 didapatkan ± 50 % penderita miokard infark
menderita hipertensi dan 75 % kegagalan ventrikel kiri penyebabnya adalah
hipertensi. (Supriyono, 2008)
Klasifikasi
hipertensi khususnya pada jantung disebabkan karena :
·
Meningkatnya tekanan darah
Peningkatan
tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga menyebabkan
hipertrofi ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan ini tergantung dari berat
dan lamanya hipertensi.
·
Mempercepat timbulnya aterosklerosis
Tekanan
darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding
pembuluh
darah arteri koronaria dan memudahkan terjadinya aterosklerosis koroner (faktor
koroner). Hal ini memunculkan gejala angina pektoris, insufisiensi koroner dan
miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi dibandingkan orang
normal. Tekanan darah sistolik diduga
mempunyai pengaruh yang lebih besar dari pada tekanan diastolik. Kejadiannya
PJK pada hipertensi sering ditemukan dan secara langsung berhubungan dengan
tingginya tekanan darah sistolik. Penelitian Framingham selama 18 tahun
terhadap penderita berusia 45-75 tahun mendapatkan hipertensi sistolik
merupakan faktor pencetus terjadinya angina pektoris dan miokard infark.
Penelitian tersebut juga mendapatkan penderita hipertensi yang mengalami
miokard infark mortalitasnya 3 kali lebih besar daripada penderita yang
normotensi dengan miokard infark. Tekanan darah yang normal merupakan penunjang
kesehatan yang utama dalam kehidupan dan ada hubungannya dengan faktor
keturunan, perilaku dan cara kehidupan, kebiasaan merokok dan alkoholisme, diet
serta pemasukan natrium & kalium yang seluruhnya adalah faktor-faktor yang
berkaitan dengan pola kehidupan seseorang. Kesegaran jasmani juga berhubungan
dengan tekanan darah sistolik, seperti yang didapatkan pada penelitian Fraser
dkk, orang-orang dengan kesegaran jasmani yang optimal tekanan darahnya
cenderung lebih rendah. Penelitian di Amerika Serikat melaporkan pada dekade
terakhir ini telah terjadi penurunan angka kematian PJK sebanyak 25 %. Keadaan ini mungkin akibat
hasil dari deteksi dini dan pengobatan hipertensi pemakaian beta-bloker dan
bedah koroner serta perubahan kebiasaan merokok. Bagi mereka yang hipertensi,
ada baiknya mengukur tekanan darah setiap ke dokter atau satu sampai dua kali
setahun jika tubuh dalam keadaan sehat. Tetapi, jika mengidap hipertensi, harus
diet rendah garam, menurunkan berat badan bagi yang berlebihan, minum obat, dan
kontrol ke dokter sesuai dengan anjuran.
f)
Dislipidemia
Penelitian
Balitbang Kesehatan tahun 2000, menghasilkan persentasi tertinggi dibanding
faktor risiko yang lain seperti hipertensi, DM, merokok, dan kepribadian Tipe
A, yaitu 70,4 %. Dislipidemia adalah
kelainan metabolisme lipid yang ditandai oleh peningkatan atau penurunan fraksi
lipid dalam plasma. Kelainan fraksi utama dari lipid adalah kenaikan kadar
kolesterol total, Low Density lipoprotein (LDL) dan trigliserida serta
penurunan High Density lipoprotein (HDL). Adult Treatment Panel (ATP) III
memberi batasan dislipidemia aterogenik adalah peningkatan trigliserida, small
dense LDL dan penurunan HDL. Kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) yang
dikenal sebagai kolesterol jahat dan kolesterol HDL (High Density Lipoprotein)
yang dikenal sebagai kolesterol baik. LDL membawa kolesterol dari hati ke sel,
dan HDL berperan membawa kolesterol dari sel ke hati. Kadar kolesterol LDL yang
tinggi akan memicu penimbunan kolesterol di sel, yang menyebabkan munculnya
atherosclerosis (pengerasan dinding pembuluh darah arteri) dan penimbunan plak
di dinding pembuluh darah. Lipoprotein-a diperkirakan berperan pada
atherogenesis dengan mentranspor molekul LDL dan mempengaruhi proliferasi sel
otot polos vaskular, menghambat fibrinolisis, dan mempengaruhi fungsi platelet.
Hal ini dihubungkan dengan peningkatan risiko penyakit akibat gangguan pembuluh
darah seperti penyakit jantung koroner.
Sedangkan HDL dapat mengangkut
kolesterol dari jaringan tepi, termasuk plak atherosklerotik, untuk dibawa ke
hati atau dibuang dalam bentuk asam empedu. Proses tersebut disebut reverse
cholesterol transport. Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan plak
atherosklerosis tidak hanya berkaitan dengan peningkatan kadar LDL, namun juga
rendahnya HDL dan hipertrigliseridemia.
g)
Obesitas
Obesitas
adalah status gizi dimana indeks massa tubuh = 25 kg/m2. Obesitas juga dapat
diartikan sebagai kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada laki-laki dan
> 21 % pada perempuan. Berdasarkan data dari WHO tahun 2008, prevalensi
obesitas pada usia dewasa di Indonesia sebesar 9,4% dengan pembagian pada pria
mencapai 2,5% dan pada wanita 6,9% Obesitas sering didapatkan bersama-sama
dengan hipertensi, DM dan hipertrigliserdemia. Obesitas juga dapat meningkatkan
kadar kolesterol total dan LDL kolesterol. Resiko PJK akan jelas meningkat bila
berat badan mulai melebihi 20 % dari berat badan ideal. Obesitas akan
mengakibatkan terjadinya peningkatan volume darah sekitar 10 -30 %. (Sumiati,
2010)
Hal
ini tentu merupakan beban tambahan bagi jantung, otot jantung akan mengalami
perubahan struktur berupa hipertropi atau hiperplasi yang keduanya dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan pompa jantung atau lazim disebut sebagai
gagal jantung atau lemah jantung. Pada gagal jantung penderita akan merasakan
lekas capek, sesak napas bila melakukan aktifitas ringan, sedang, ataupun berat
(tergantung dari derajat lemah jantung). (Sumiati, 2010;Karson, 2012 )
Obesitas
dapat mempercepat terjadinya penyakit jantung koroner melalui:
· Obesitas mengakibatkan terjadinya perubahan lipid darah, yaitu
peninggian kadar kolesterol darah, kadar LDL-kolesterol meningkat, penurunan
kadar HDL-kolesterol.
· Obesitas mengakibatkan terjadinya hipertensi, akibat penambahan
volume darah, peningkatan kadar renin, peningkatan kadar aldosteron dan
insulin, meningkatnya tahanan pembuluh darah sistemik, serta terdapatnya
penekanan mekanis oleh lemak pada dinding pembuluh darah tepi.
Obesitas
akan mengakibatkan terjadinya peningkatan faktor-faktor pembekuan darah,
sebagaimana diketahui bahwa faktor pembekuan darah merupakan faktor resiko
untuk terjadinya serangan jantung dan stroke. Obesitas akan meningkatkan resiko
stroke 20 % dan resiko serangan jantung sebesar 8 kali lipat dibanding mereka
yang bukan obesitas. Jika berat badan naik 20 % maka angka kematian meningkat
20 % pada pria dan 10 % pada wanita. Seperti penelitian yang dilakukan Wira,
dkk 2006 di denpasar dari hasil penelitiannya terdapat 51,1% penderita PJK
dengan obesitas dari total keseluruhan sampel.
Obesitas
pada masa kanak-kanak biasanya akan mempunyai efek atau pengaruh yang lebih
buruk terhadap jantung dibanding jika obesitas didapat setelah usia dewasa. Hal
ini disebabkan oleh karena : efek samping obesitas ditentukan oleh berat dan
lamanya obesitas. Kerusakan atau kelainan otot jantung akibat obesitas sering
disebut sebagai penyakit otot jantung obesitas (obesity heart muscle disease)
atau kardiomiopati. (Sumiati, 2010;Karson, 2012)
h)
Inaktivitas fisik
Pada
latihan fisik akan terjadi dua perubahan pada sistem kardiovaskuler, yaitu
peningkatan curah jantung dan redistribusi aliran darah dari organ yang kurang
aktif ke organ yang aktif. Aktivitas aerobik secara teratur menurunkan risiko
PJK, meskipun hanya 11 % laki-laki dan 4 % perempuan memenuhi target pemerintah
untuk berolah raga. Disimpulkan juga bahwa olah raga secara teratur akan
menurunkan tekanan darah sistolik, menurunkan kadar katekolamin di sirkulasi,
menurunkan kadar kolesterol dan lemak darah, meningkatkan kadar HDL
lipoprotein,
memperbaiki
sirkulasi koroner dan meningkatkan percaya diri.
Diperkirakan
sepertiga laki-laki dan dua per tiga perempuan tidak dapat mempertahankan irama
langkah yang normal pada kemiringan gradual (3 mph pada gradient 5 %). Olah
raga yang teratur berkaitan dengan penurunan insiden PJK sebesar 20 – 40 %.
(31) Dengan berolah raga secara teratur sangat bermanfaat untuk menurunkan
faktor risiko seperti kenaikan HDL-kolesterol dan sensitivitas insulin serta
menurunkan berat badan dan kadar LDL-kolesterol. (Sumiati, 2010)
6.
Diagnosis
Pada diagnosis awal, dokter biasanya akan
menanyakan tentang gejala, riwayat kesehatan keluarga, serta pola hidup Anda.
Jika mencurigai Anda mengidap penyakit jantung, dokter akan menganjurkan Anda
untuk menjalani beberapa pemeriksaan untuk mengonfirmasi diagnosis. Misalnya,
tes darah, elektrokardiogram (EKG), angiografi koroner, CT scan, serta MRI scan.
Langkah
pertama dalam pengelolaan PJK ialah penetapan diagnosis pasti. Diagnosis yang
tepat amat penting, jika diagnosis PJK telah dibuat terkandung pengertian bahwa
penderitanya mempunyai kemungkinan akan dapat mengalami infark jantung atau
kematian mendadak. Dokter harus memilih pemeriksaan yang perlu dilakukan
terhadap penderita untuk mencapai ketepatan diagnostik yang maksimal dengan
resiko dan biaya yang seminimal mungkin. Berikut ini cara-cara diagnostic :
a.
Anamnesis
Anamnesis
berguna mengetahui riwayat masa lampau seperti riwayat merokok, usia, infark
miokard sebelumnya dan beratnya angina untuk kepentingan diagnosis pengobatan
(Anonim, 2009).
b.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
fisik yang dapat digunakan sebagai acuan pada PJK adalah denyut jantung,
tekanan darah, suhu tubuh dan kecepatan respirasi (Majid, 2007).
c.
Laboratorium
Pada
pasien angina stabil sebaiknya dilakukan pemeriksaan profil lipid seperti LDL,
HDL, kolesterol total, dan trigliserida untuk menentukan faktor resiko dan
perencanaan terapi. Selain pemeriksaan diatas dilakukan pula memeriksaan darah
lengkap dan serum kreatinin. Pengukuran penanda enzim jantung seperti troponin
sebaiknya dilakukan bila evaluasi mengarah pada sindrom koroner akut (Anonim,
2009).
d.
Foto sinar X dada
X-ray
dada sebaiknya diperiksa pada pasien dengan dugaan gagal jantung, penyakit
katup jantung atau gangguan paru. Adanya kardiomegali, dan kongesti paru dapat
digunakan prognosis (Anonim, 2009).
e.
Pemeriksaan jantung non-invasif
·
EKG merupakan pemeriksaan awal yang penting untuk mendiagnosis
PJK.
·
Teknik non-invasi penentuan klasifikasi koroner dan teknik imaging
(computed tomografi (CT) dan magnetic resonance arteriography.
Sinar elektron CT telah tervalidasi sebagai alat yang mampu mendeteksi kadar
kalsium koroner (Anonim, 2009).
f.
Pemeriksaan invasif menentukan anatomi koroner
Arteriografi
koroner adalah Pemeriksaan invasif dilakukan bila tes non invasif tidak jelas
atau tidak dapat dilakukan. Namun arteriografi koroner tetap menjadi
pemeriksaan fundamental pada pasien angina stabil. Arteriografi koroner
memberikkan gambaran anatomis yang dapat dipercaya untuk identifikasi ada
tidaknya stenosis koroner, penentuan terapi dan prognosis (Anonim, 2009).
7.
Pencegahan Penyakit Jantung Koroner
§
Berhenti merokok.
§
Menerapkan pola hidup sehat, misalnya mengurangi makanan
berkolesterol tinggi serta berolahraga teratur.
§
Menjaga berat badan yang sehat.
§
Mengurangi konsumsi minuman keras.
Untuk meminimalkan risiko terkena penyakit jantung koroner,
seseorang harus mau melakukan beberapa hal untuk bisa membantu mencegah
terjadinya penyakit jantung koroner.
a.
Rutin
mengecek kondisi tubuh.
Dalam
hal ini, untuk memperkecil kemungkinan anda terkena serangan jantung koroner,
anda harus rajin-rajin memeriksakan kondisi tubuh anda. Hal ini bisa dimulai
dengan memeriksa kolesterol dan juga gula darah.
b.
Seimbangkan
Gizi.
Gizi
adalah satu hal yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk menjaga agar tubuh anda
tetap fit dan tidak mudah sakit. Maka dari itu, anda harus selalu
menyeimbangkan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh anda. Semakin sehat pola hidup
anda, maka akan semakin kecil kemungkinan anda akan terkena penyakit jantung
koroner ini.
c.
Hentikan
Merokok.
Radikal
bebas datang dari rokok. Tembakau yang dibakar lantas dihisap ini tidak baik
untuk kesehatan tubuh anda. Untuk menghindari agar anda tidak terkena penyakit
jantung koroner, anda harus menghentikan kebiasaan merokok anda sedikit demi
sedikit. Ini akan membantu anda untuk hidup lebih sehat.
d.
Hindari
Stress.
Keadaan
sesehat apapun tubuh anda, jika pikiran anda tidak sehat, artinya selalu merasa
stress memikirkan sesuatu, maka anda bisa dengan mudah terkena penyakit. Maka
untuk menghindari penyakit-penyakit yang mungkin membahayakan anda, anda harus
tetap menjaga mood anda agar tidak mudah stress. Stress kronis dapat
meningkatkan kadar adrenalin dalam tubuh dan ketika hormone adrenalin dalam
tubuh ini meningkat, hal ini bisa menjadikannya sebagai radikal bebas yang
tidak baik bagi tubuh anda.
e.
Awali
tekanan darah secara teratur.
Ketika
tekanan darah anda tidak teratur, hal ini mempengaruhi aliran darah ke seluruh
tubuh termasuk aliran darah menuju jantung. Jika aliran darah terlalu cepat,
maka jantung akan bekerja lebih cepat dan bisa menyebabkan gagal jantung,
begitu juga jika terlalu lambat. Maka dari itu, memulainya secara teratur
adalah salah satu cara untuk menghindarkan anda dari terkena serangan jantung
koroner ini.
f.
Teratur
berolah raga.
Olah
raga adalah bagian penting dalam kesehatan anda. Maka dari itu anda harus rutin
melakukan olah raga dan melakukan olah raga secukupnya. Hal ini akan membuat
anda lebih kuat dan sehat.
8.
Cara Mengobati
Penyakit jantung koroner
Di
atas sudah saya sebutkan beberapa cara untuk mencegah datangnya penyakit
jantung koroner ini. Akan tetapi, kita tak pernah tahu apakan dengan cara-cara
di atas kita bisa sepenuhnya terhindar dari penyakit jantung koroner ini. Maka
dari itu,ketika pada akhirnya kita terkena penyakit jantung koroner ini, ada
beberapa hal yang bisa anda lakukan.
a.
By
Pass.
Ini
merupakan salah satu cara medis untuk menyembuhkan penyakit jantung koroner
ini. By pas merupakan salah satu dari dua cara yang paling sering digunakan
para medis untuk menyembuhkan penyakit jantung koroner ini. Yang dimaksud
dengan by pass adalah bedah pintas koroner. Ini adalah salah satu cara untuk
menyembuhkan penyakit jantung koroner. By pass atau yang biasa disebut dengan
operasi bedah pintas koroner ini berusaha membedah pembuluh darah yang terletak
di jantung dan mengembalikannya seperti semula ketika ia masih sehat sehingga
ia bisa mengalirkan darah ke jantung dengan normal kembali. Operasi by pass ini
merupakan salah satu operasi yang memiliki tingkat resiko yang sangat besar.
Ketika dilakukan operasi ini bisa saja terjadi pendarahan yang merugikan dan
berbahaya bagi tubuh anda, gangguan fungsi ginjal sehingga anda harus rutin
melakukan cuci darah, dan stroke. Resiko operasi ini sangat besar dan
perawatannya juga membutuhkan waktu pelaksanaan selama tujuh hari.
b.
Stent.
Selain
by pass, cara lain untuk mengobati penyakit jantung ini adalah dengan metode
medis yang disebut dengan stent atau angioplasty. Metode ini adalah satu metode
yang menurut beberapa orang tidak memiliki resiko yang besar. Karena metode ini
tidak membutuhkan bedah seperti pada metode by pass. Hal itulah kiranya yang
membuat metode ini menjadi metode paling aman untuk menyembuhkan pembuluh darah
koroner yang tersumbat dan menyebabkan penyakit jantung koroner ini. Selain
resiko yang lebih kecil, stent juga memiliki jangka waktu pelaksanaan prosedur
yang lebih cepat. Meskipun ini adal cara yang resikonya lebih kecil, tidak
semua kasus penyakit jantung koroner bisa disembuhkan dengan melakukan stent.
Ketika penyakit ini sudah benar-benar dalam keadaan yang parah, maka mau tak
mau ia harus segera di bedah untuk menyelamatkan si manusia tersebut.
9.
Berbagai Penelitian Terkait Penyakit
Jantung Koroner
Sebelumnya
telah ada beberapa penelitian luar dan dalam negeri yang dilakukan mengenai
faktor-faktor resiko jantung koroner namun untuk memastikan keaslian dari
penelitian ini peneliti menjamin terdapatnya kecenderungan perbedaan secara
substansial diantara dan didalam populasi penelitian dalam hal morbiditas dan
mortalitas akibat PJK.
Beberapa
penelitian terdahulu tentang faktor risiko PJK antara lain :
a.
Penelitian yang dilakukan oleh Fiscella dan Franks (2004) di Amerika Serikat dengan judul penelitian “Should Years of Schooling Be
Used to Guide Treatment of Coronary Risk Factors?” dalam penelitian ini
diperoleh bahwa jenis kelamin angka
kejadian lebih tinggi pada laki-laki (RR 1,4, 95% CI, 1,2-1,6) dan pasien yang
riwayat merokok (RR 1,4, 95% CI, 1,1-1,6), kolesterol total lebih besar dari
280 mg / dL (RR 1,6, 95% CI, 0,9-2,7), dan tekanan darah darah sistolik 130
-139 mm Hg (RR 1,6, 95% CI, 1,0-2,4) memiliki resiko yang besar untuk menderita
PJK (Fiscella , 2004)
b.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Kuklina (2006) dan beberapa
temannya tahun 2006 di Amerika Serikat dengan judul penelitian “Prevalence
of Coronary Heart Disease Risk Factors and Screening for High Cholesterol
Levels Among Young Adults, United States, 1999–2006 dan mendapatkan
hasil 59% orang dewasa muda itu menderita
PJK dengan memiliki satu faktor
risiko atau lebih.
c.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Yusnidar tahun 2007 di RSUP Dr. Kariadi Semarang dengan judul
penelitian “Faktor-faktor risiko penyakit jantung koroner Pada wanita usia >
45 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian PJK dan faktor risiko pada wanita usia> 45 y adalah menopause
(OR = 7,2, 95% CI 2,1-24,8), penuaan (= 66 y) (OR = 6,0, 95% CI 2,1-17,2);
aktivitas fisik (duduk waktu = 3,25 jam / d) (OR = 4,1, 95% CI 1,7-9,9),
riwayat diabetes mellitus (OR = 3,9, 95% CI 1,6-9,6), riwayat hipertensi (OR =
3,5, 95% CI 1,6-7,8); dan pengetahuan tentang penyakit jantung (OR = 2,4, 95%
CI 1,1-5,3) (Yusnidar, 2007).
d.
Penelitian yang dilakukan oleh Supriyono tahun 2008 di RSUP DR.
Kariadi Dan RS Telogorejo Semarang dengan judul penelitian “Faktor-faktor
risiko yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung koroner pada
kelompok Usia < 45 tahun. hasil penelitian yang dilihat dari analisa
multivariate menunjukkan bahwa faktor-faktor yang terbukti berpengaruh terhadap
kejadian PJK dan merupakan faktor risiko PJK pada kelompok usia < 45 tahun
adalah: dislipidemia (p=0,006 dan OR=2,8 ; 95% CI=1,3-6,0), kebiasaan merokok
(p=0,011 dan OR=2,4 ; 95% CI=1,2-4,8), adanya penyakit DM (p=0,026 dan OR=2,4;
95% CI=1,2-5,9) dan penyakit DM dalam keluarga (p=0,018 dan OR=2,3 ; 95%
CI=1,1-4,5) (Supriyono, 2008)
e.
Penelitian yang dilakukan oleh Zainal Abidin pada tahun 2008 di cardiovascular
care unit (CVCU) Cardiac Centre RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
dengan judul penelitian “Faktor risiko penyakit jantung koroner pada pasien
rawat inap di cardiovascular care unit (cvcu) cardiac centre RSUP dr.
Wahidin Sudirohusodo makassar periode januari – juli 2008. Pada penelitian ini
dapat dilihat bahwa distribusi penderita penyakit jantung koroner menurut jenis
kelamin adalah laki-laki tiga kali lebih banyak dibanding perempuan (Abidin,
2008). Adapun distribusi penderita penyakit jantung koroner pada penelitian
Zainal yang terbanyak berada pada rentang umur antara 46 tahun – 65 tahun yaitu
sebanyak 87 kasus (65,9%). Umur termuda adalah subyek yang berumur 35 tahun,
sedangkan yang tertua adalah 88 tahun. Sedangkan, distribusi penderitapenyakit
jantung koroner menurut riwayat merokok, tidak terdapat perbedaan yang
signifikan. Distribusi Jumlah penderita
PJK yang memiliki riwayat hipertensi, dua kali lebih banyak dibandingkan
penderita PJK yang tidak memiliki riwayat hipertensi. Distribusi penderita PJK
menurut riwayat DM adalah jumlah penderita PJK yang tidak memiliki riwayat DM,
tiga kali lebih banyak dibanding penderita PJK yang memiliki DM. Distribusi penderita
PJK menurut riwayat PJK dalam keluarga adalah jumlah penderita PJK yang tidak
memiliki keterangan anamnesis mengenai riwayat keluarga menderita PJK sepuluh
kali lebih banyak dibanding penderita PJK yang memiliki atau tidak memiliki
riwayat keluarga PJK, dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
penderita PJK yang memiliki riwayat keluarga menderita PJK dengan penderita PJK
yang tidak memiliki riwayat keluarga menderita PJK. (Abidin, 2008). Distribusi
penderita PJK menurut riwayat Dislipidemia adalah jumlah penderita PJK yang
memiliki riwayat Dislipidemia tiga kali lebih banyak di banding penderita PJK
tanpa riwayat dislipidemia. Distribusi penderita PJK menurut obesitas adalah
jumlah penderita PJK yang tidak obesitas delapan kali lebih banyak di banding
penderita PJK yang obesitas. Distribusi penderita PJK menurut jumlah faktor
risiko, diperoleh delapan puluh persen yang memiliki 3-5 faktor risiko,
sedangkan yang paling sedikit adalah penderita dengan 1 dan 7 faktor risiko
sebanyak 1 kasus. (Abidin, 2008).
No comments:
Post a Comment